Bicara soal Elang Jawa, bayangan kita langsung tertuju pada lambang negara Republik Indonesia, Garuda Pancasila. Elang berjambul yang masuk kategori spesies langka tersebut memang kini menjadi target konservasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Elang yang kini populasinya hanya 300 hingga 500 ekor tersebut menjadi elang yang paling dilindungi mengingat jumlahnya terus menurun dari tahun ke tahun.
Sebuah momen membahagiakan pada Senin (30/1), Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama Taman Safari Indonesia, PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI) dan sejumlah perusahaan yang mensupport kegiatan tersebut melepas dua ekor Elang Jawa hasil pengembangbiakan di kandang PPLI di Gunung Halimun Salak.
Dua pasang Elang Jawa yang diberi nama Parama dan Jelita ini dianggap sudah cukup dewasa untuk dilepas ke alam liar. “Namun dengan tetap dipasang GPS, alat pemantau pergerakannya,” ungkap Kepala Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Sapto Aji Prabowo.
Sapto dalam kesempatan tersebut juga menyampaikan ucapan terima kasih atas dukungan perusahaan pengolah limbah Bahan Beracun Berbahaya (B3) PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI) yang telah berpartisipasi dalam penyelamatan hewan langka tersebut.
Dalam kesempatan yang sama pihak PPLI menyambut positif pelepasan Elang Jawa ke alam bebas tersebut. “Pelepasan ini merupakan yang perdana sejak kami terlibat dalam pembuatan kandang besar untuk konservasi Elang Jawa di Gunung Halimun Salak,” ujar Manajer CSR PPLI, Ahmad Farid.
Dukungan tersebut lanjut Farid sebagai wujud peran serta perusahaan yang fokus pada masalah lingkungan hidup untuk turut melestarikan satwa langka dari kepunahan,” tegas Farid.
Disinggung dukungan dana untuk program konservasi tersebut Farid menyebutkan hingga Rp 300 juta. “Sejak dua tahun silam sudah terlibat aktif dalam konservasi itu dan terus kita pantau dari mulai perkawinannya, bertelurnya hingga akhirnya dilepas ke alam bebas,” tandasnya.
Burung predator satwa endemik Pulau Jawa tersebut juga diketahui mirip dengan icon lambang negara, Garuda Pancasila. “Proses perkawinan burung ini unik dan langka. Mereka kawin disaat terbang di udara, jadi untuk pengembangbiakannya ngga bisa di dalam sangkar kecil seperti burung lain pada umumnya,” ungkap Farid.
Melalui program CSR perusahaan, lanjut Farid, pihaknya membangun “kandang” raksasa bagi burung tersebut di kaki Gunung Halimun Salak.
Di dalam ekosistem, lanjut Farid, Elang Jawa mempunyai peranan yang sangat penting yaitu sebagai indikator terjaganya suatu kawasan hutan. Secara umum, habitat Elang Jawa berada pada hutan primer dan sebagian kecil hutan sekunder yang berdekatan/ berbatasan dengan ecotone. “Menurun atau meningkatnya jumlah Elang Jawa ini menjadi salah satu indikasi utama kualitas ekosistem di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak tempat populasi Elang Jawa itu berada,’ ungkapnya.
Selama program ini dijalankan, menurut Farid di kandang PPLI berhasil dua kali melakukan penetasan anakan Elang Jawa.
PPLI akan terus terlibat dalam program konservasi Elang Jawa ini hingga kembali memiliki populasi yang besar. “Kita targetkan minimal 5 tahun bisa terjadi peningkatan populasi yang signifikan,” ujarnya seraya mengungkapkan dokumen MOU antara pengelola Taman Nasional Gunung Salak dan PPLI sejak 2019.